Lembaga Perwakilan Rakyat di tingkat Pusat maupun daerah memiliki tugas yang kurang lebih sama, melakukan pengawasan, Pembentukan peraturan dan Hak anggaran. Namun, Pada point Hak anggaran, DPRD memiliki kewenangan lebih lewat adanya Mekanisme Pokok Pikiran (Pokir), yang mengijinkan DPRD untuk mengusulkan kegiatan secara spesifik untuk diakomodasi dalam Anggaran Pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Secara Normatif tidak ada yang bermasalah dengan hak Pokir yang dimiliki oleh DPRD. Namun, di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang yang mengejutkan terjadi dengan adanya Isu pengembalian Dana Pokir di Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat. Bahkan Praktik pengembalian tersebut menyeret 39 Nama Anggota DPRD Provinsi NTB.
Kasus Monumental yang melibatkan 39 Anggota DPRD NTB dalam penyalahgunaan hak Pokir, Gubernur NTB Miq Iqbal juga terseret karena pengajuan Pokir diluar tahapan musyawarah perencanaan pembangunan dan sampai pada pencairan dana Pokir tersebut tidak sesuai dengan Perencanaan dasar berdasarkan mekanisme Program Aspirasi, sehingga patut dicurigai kebenaran Pokir tersebut, Apakah betul merupakan Aspirasi Rakyat atau 'Keuntungan Pribadi' belaka.
Kasus ini menciptakan keributan besar antara Gubernur dan DPRD Provinsi NTB, ada sebagian pihak meminta pertanggungjawaban Gubernur NTB Miq Iqbal karena sudah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Soal pengembalian Dana Pokir, secara Hukum pengembalian aliran dana tindak pidana korupsi tidak dapat menghentikan proses hukum.
Hal tersebut secara jelas diterangkan dalam Pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa :
" Pengembalian Kerugian Keuangan Negara atau perekonomian Negara tidak menghapuskan dipidana nya pelaku tindak pidana korupsi". Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dapat di katakan bahwa, pengembalian dana hasil tindak pidana korupsi tersebut tidak akan mengubah fakta bahwa tindak pidana korupsi terlah terjadi. Kasus tersebut masih memerlukan penyelidikan, pengumpulan bukti, dan proses hukum yang adil untuk memastikan akuntabilitas pelaku demi menegakkan supremasi hukum yang adil.
Pengembalian dana mungkin bisa menjadi pertimbangan positif dalam menentukan vonis atau pengurangan hukuman, tetapi keputusan tersebut tetap berada ditangan sistem peradilan yang berwenang.
Penulis : Firmasyah,S.H