Zonakasus.com - Bima - Proses pelelangan tanah eks jaminan di Kabupaten Bima tiap tahun menjadi sorotan publik. Tahun 2025 ini, publik menilai ada dugaan keterlibatan Oknum Anggota DPRD Kabupaten Bima Dapil II inisial (S) menjadi mafia dalam proses pelelangan tanah eks jaminan Daerah Kabupaten Bima.
Akibatnya menyisahkan masalah dan konflik sosial, Forum Komunikasi Mahasiswa Sadar Hukum (FKM-SH) menilai pemerintah belum menemukan formulasi tepat untuk menghindari masalah yang terjadi.
“Kami menduga bahwa oknum anggota DPRD Kabupaten Bima Dapil II berinisial (S) menjadi otak di balik proses dan penentuan pemenang tender pelelangan tanah eks jaminan Daerah Kabupaten Bima sehingga menciptakan Konflik sosial di tengah masyarakat," Ucap Sahrul Ramdan, S.H. Ketua FKM-SH Minggu (26/10/2025).
Kata Sahrul, seperti halnya tahun lalu ada beberapa peserta penawaran tertinggi justru kalah dari peserta penawaran terendah. Hal ini tentu tidak sesuai prosedur karena sejatinya pelelangan harus dimenangkan oleh peserta penawaran tertinggi.
“Seolah olah pelelangan ini hanya formalitas, sehingga kuat dugaan pemenang diatur sesuai selera atau pesanan,” tutur Ketua FKM-SH
Ia juga menambahkan, untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan, panitia pelelangan harus menjalankan regulasi maupun mekanisme yang berlaku.
”Panitia pelelangan tidak boleh beri ruang kepada siapa pun untuk mencari keuntungan, Biarkan proses pelelangan berjalan sesuai amanat Undang-Undang,” tegas Sahrul.
Ketua Forum Komunikasi Mahasiswa Sadar Hukum (FKM-SH) juga menyampaikan, dugaan keterlibatan Oknum Anggota DPRD Kabupaten Bima Dapil II inisial (S) pada proses dan penentuan pada pelelangan tanah eks jaminan mencuat. Betapa tidak, kenyataan di lapangan ada tanah yang dijual di luar pelelangan, dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Kami Dari Forum Komunikasi Mahasiswa Sadar Hukum (FKM-SH) mengecam keras apa yang dilakukan oleh oknum tersebut menciderai proses pelelangan tanah eks jaminan,” Ucap Sahrul Ramdan.
Lanjut Sahrul, mestinya praktik seperti itu tidak boleh terjadi, karena merugikan peserta pelelangan dan menciptakan konflik sosial.
“Kasihan masyarakat yang ikut tender sesuai prosedur. Tapi akhirnya harus gigit jari akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab,” tutup Sahrul Ramdan, S.H. (ZK-07)
