Zonakasus.com - Mataram,NTB - Pulau Gili Trawangan, Lombok Utara, selama ini identik dengan pariwisata kelas dunia. Resort mewah, beach club, dan restoran berjejer di sepanjang pantai. Namun, di balik gemerlap pariwisata, ada kisah tentang dua warga asing yang kini harus angkat kaki dari Indonesia: Kristof Veris, asal Belgia, dan Miguel De Vega Contreras, asal Spanyol, Rabu 03 September 2025.
Keduanya disebut-sebut terlibat dalam pengelolaan Bora Bora Beach Club sebuah tempat hiburan malam yang populer di kalangan wisatawan. Namun ternyata, mereka tidak mengantongi izin tinggal yang sah. Imigrasi NTB pun turun tangan, menahan paspor, dan kini bersiap mendeportasi keduanya.
Deportasi, Bukan Penjara
Keputusan imigrasi NTB hanya menjatuhkan sanksi deportasi mengundang tanda tanya. Mengapa tidak menggunakan jalur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 112 UU No. 6 Tahun 2011?
Pasal tersebut dengan jelas menyebut, WNA yang menyalahgunakan izin tinggal bisa dihukum penjara hingga 5 tahun dan denda Rp500 juta. Namun, Kanwil Imigrasi NTB, beralasan bahwa jalur pidana terlalu panjang dan berbelit.
“Kalau hanya dideportasi, ini adalah keputusan yang terlalu berani, sementara sudah jelas dua WNA ini harus ditindak secara pidana dan ini menguatkan dugaan kami PUKAD NTB bahwa Kanwil Ditjen Imigrasi NTB bersekongkol dengan dua warga Negara asing tersebut". Ungkap Ketua PUKAD NTB Firmansyah, SH.
Legalitas yang Tersembunyi
Isu tak kalah heboh muncul: apakah benar Kristof Veris adalah pemilik Bora Bora Beach Club? Informasi lapangan menyebut ia adalah “owner”, tetapi ketika ditanya soal akta notaris, imigrasi mengaku belum menemukan nama Kristof secara resmi.
“Kami belum sempat periksa detail legalitasnya. Informasinya memang dia owner, tapi di akta notaris belum tercatat. Bisa jadi menggunakan nama pihak ketiga sebagai penjamin,” kata Kabid Gakum Kanwil Imigrasi NTB pada media Beberapa waktu lalu.
Dugaan ini membuka kotak pandora tentang praktik umum di destinasi wisata: warga asing yang menggunakan nama warga lokal sebagai “tameng” legalitas. Mereka tetap mengendalikan bisnis, namun secara administratif seolah-olah usaha tersebut milik orang Indonesia. (ZK-07)